Minggu, 09 Februari 2014

Tujuh Hati Rupawan

Terduduk di kursi taman rumahku
Berpayung langit cerah tergambar senyum haru
Pikirku melayang pada rupa tawa
Yang dilukis Tuhan di atas tujuh wajah

Aku pernah bertanya dalam sunyi pada gigil musim dingin
Tentang hangat cinta yang dirindukan hatiku
Tuhan menuntun langkah kakiku yang pincang
Membawanya kepada pertemuan
Dengan tujuh hati yang rupawan
Para pemilik mata yang menatap lembut  pada kerasnya hidup
Tuan dan Nyonya atas tawa-tawa yang menumpulkan duri-duri luka

Siang ini, bibirku gemetar mengucap doa
Menitipkan rasa syukur kepada semesta
Bahwa Tuhan, menciptakan tujuh malaikat
Yang terbungkus oleh hangat kulit manusia

Surat Untuk Lelakiku

Pada masanya, kau akan datang
Tak hanya sekedar bertandang
Namun akan menetap sebagai  Imam
Pada sepetak surau sederhana dalam hatiku

Ada senandung cinta yang ingin kuceritakan
Bahwa, sebelum kau datang
Ada seorang lelaki
Yang peluhnya kujadikan kilau lampu surauku
Seorang lelaki
Yang gurat keningnya
Kujadikan sajadah, tempat kecupku berserah
Seorang lelaki, dengan seluruh debar cinta kusebut Ayah

Bibirku tak pernah selesai mengucap cinta padanya
Kata-kata selalu kalah dengan haru air mata
Aku tak pernah sanggup mengatakan, tak pernah.
Cintaku pada Ayah
Diam – diam kulabuhkan pada selembar kain
Yang menutup indah atas kepalaku

Kelak, ketika kau lepas kainku
Kau akan mencium kehormatan surga Ayah yang kujaga

Serta kening kupantaskan untuk kau kecup